Sehari di Darat, Laut, dan Sungai di Osaka dengan Osaka Pass Card


Osaka merupakan simbol kemajuan ekonomi Jepang, sebuah kota di Jepang yang lebih terbuka dan riang dari tempat lain. Kuidaore, makan hingga bangkrut,  begitulah simbol kenikmatan kuliner Osaka, dan biasa disebut juga sebagai dapurnya Jepang . Orang Osaka sendiri memiliki karakteristik yang lebih terbuka, ceria dan tidak malu-malu untuk mengumbar nafsu makannya sehingga Osaka merupakan tempat yang lebih playful dibandingkan perjalanan sebelum-sebelumnya.
Simbol kota Osaka


Pernyataan ini langsung terbukti, tiba dengan kereta dari Shin-Osaka maka bangunan gelas tinggi terbentang. Saya langsung bergegas ke dearah Shinsaibaishi, tempat di mana warna-warni lampu neon, permainan pachinko dan street-food tiada ujungnya. Sebuah warna yang berbeda dari tempat-tempat sebelumnya di Kyoto atau Osaka, saya melewati daerah tersebut sambil mencari hotel kapsul di Amerika mura atau dusun Amerika. Lalu dengan modal Osaka 3 day card berikut adalah perjalanan murah tapi meriah.
  

Okonomiyaki


Malam itu saya penasaran dengan tenarnya street food di Dotonburi, melihat manusia lalu  lalang dan makan sepuasnya. Saking banyaknya pilihan hingga akhir-akhirnya tidak memesan makan. Saya memutuskan jalan pulang, dan mencari tempat makan di dekat hotel saja. Saya akhirnya tersangkut di sebuah kedai okonomiyaki, seperti biasa kedatangan konsumen selalu disambut dengan hangat.

Asemasee teriak koki yang sedang asik memainkan katel besinya. Saat itu saya sedang duduk terdiam melihat menu saya disapa dengan orang di sebelah. Saya memegang peta Osaka juga di tangan, maklum waktu saya ke sana belum pakai smartphone, jadi ketahuan deh bukan orang Indonesia. Pria di sebelah saya ini berbadan besar dan memakai baju golf, ia merekomendasikan makanan enak dan menawarkan minum bir.

Alkohol menurunkan ketegangan dan minum bersama adalah sebuah awal yang menyenangkan bukan? Saya tidak bisa berbahasa Jepang, dan dia juga tidak bisa berbahasa Inggris apalagi Indonesia. Tapi kita bisa tertawa dengan orang-orang yang ku kenal, bermodalkan permainan J-League Winning Eleven saya cukup lancar menyebut nama tim dan pemain sepak bola Jepang.  Datanglah tamu kedua dan yang satu ini bisa berbahasa Inggris.

Pria yang satu ini merupakan host radio di Jepang, dia mencari lagu-lagu yang lagi hip di Asia. Sayangnya dia tidak mengetahui lagu-lagu Indonesia, kebetulan di Ipod saya berisikan lagu-lagu Indonesia. Aku beri refrensi band favorit seperti White Shoe and The Couple Company dan Maliq de Essential, saya berharap dia bisa memasang lagu tersebut di Osaka. Ia juga dengan semangat berkata, " Saya mau pergi ke setiap festival di dunia, Woodstock, Summersonic dan seterusnya.!" Saya menimpali pergilah ke Jakarta! Di sana ada "Java Jazz Festival!." Walaupun okonomiyaki yang ku lahap tidak seenak ekspektasi, tapi sebuah tali persahabatan terjalin sekejap. Saya juga membuka peta ditambah voucher, dan bertanya pada mereka. Mereka bilang anda harus naek Dotonburi Cruise, dan Tsutenkaku Tower. Dan setelah malam makin gelap saya memutuskan tidur dan istirahat untuk perjalanan esok hari!

Tsutenkaku Tower


Tsutenkaku Tower ini dibilang andalan kota Osaka ujar orang lokal yang kemarin. Memang yang namanya rekomendasi itu seperti pedang bermata dua, pertama saya bersyukur karena dapat mengetahui tempat ini namun kedua saya jadi berharap terlalu banyak. Atau mungkin salah jadwal juga ya, saya datang ke Tsutenkaku ini di pagi hari. Ketika semua orang sudah mulai bekerja, berbeda dengan keadaan ramai di Namba
Pemandangan Osaka dari Observation Deck Tsutenkaku

Dewa Billiken
Namanya juga tower atau menara, jadi yang jelas dia tinggi menjulang. Awalnya dibangun buat menyamain yang namanya menara Eifel, tetapi sekarang udah gak mirip lagi. Saya udah dapet kupon, jadi kalau kupon dipotong terus gak bayar jadi berasa senang. Langsung deh saya naik ke observation deck, langsung ketemu dewa.

Dewanya menyerupai anak kecil, keliatannya ini dewa agak nakal, terus santai dan bersahabat. Pokoknya sangat kawaii, namanya Billiken dan dia adalah dewa kebahagian. Orang Jepang pada datang mengusapi kakinya, saya juga ikut-ikutan biar kebawa bahagia. Saya lupa doanya apa, tapi saya jadi kenal satu dewa baru. Di sini juga terdapat demo robot. Tsutenkaku itu rasanya futurustik, tapi futuristiknya tahun 80an.

Kushikatsu

Warung Kushi Katsu
Deretan toko disekitar Tsutenkaku harusnya dipenuhi dengan toko makanan. Jadi sebenernya ini adalah tempat alternatif Dotonburi, cuman salahnya datangnya kepagian. Nah kuliner kali ini yang mau dicoba adalah kushi katsu. Buat saya yang orang Indo nih, kushi katsu ini menarik karena kombinasi dua kesukaan yaitu digoreng lalu disate lalu dicelup ke bumbu.

Nah isinya si kushi katsu sendiri macem-macem, dari berbagai macam daging, seafood, sampe sayuran. Bumbunya sendiri ada berbagai macam, namanya macem-macem tapi lupa apa aja. Nah tempat untuk mencelup bumbunya ini dipakai rame-rame, jadi ada aturannya. Begitu dicelup tidak boleh dicelup lagi, jadi langsung tuh dihabisin. Pokoknya kalau udah digoreng terus dicelup, saya suka. Renyah-renyah gitu, kayaknya lebih cocok digunakan untuk minum bir. Kalau saya yah ini dianggep lunch saja.

Osaka Jo

Osaka Jo
Nah ini adalah istananya Totoyomi Hideyoshi, seorang shogun yang bercita-cita merebut China. Setelah membaca dari satu set buku dari Eiji Yoshikawa yang bercerita tentang asal mula dinasti Edo, saya jadi tertarik dengan istana yang memiliki sejarah pada masa penyatuan Jepang. Terjadi pada abad ke 16, cerita Taiko ini tidak kalah seru dengan cerita Samkok. Pendiri dinasti yang bertahan selama 3 abad ini tidak lepas dari Oda Nobunaga, Totoyomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu.

Wajah istana Osaka ini begitu cantik dari luar, namun didalamnya sudah bukan merupakan istana. Di dalamnya berisikan museum, selain sejarah reunifikasi Jepang, museum di dalamnya juga berisi kisah kehidupan masyarakat pada masa itu.

Santa Maria Cruise

Santa Maria Cruise

Ini salah satu atraksi yang tidak terpikirkan sebelum dapet kupon dari Osaka pass. Siapa sangka kalau replika kapal Christoper Colombus ternyata eksis di Osaka. Saya langsung meluncur saja dari Osaka Jo menuju Kaiyukan Aquarium tempat dimana kapal ini berlabuh. Tempat ini merupakan tempat wisata keluarga, jadi banyak anak-anak. Apalagi saya datang bertepatan dengan Festival Obon, bagi orang Jepang juga liburan.

Perahu ini memiliki desain yang apik, sehingga kesan kapal Colombus cukup mengena. Cuman perjalananya hanya sekitar 30 menit saja, melihat pemandangan Osaka dari laut. Kapal ini juga melewati betapa ramainya pelabuhan di sini.

Dotonburi River Cruise

Dotonbori Cruise
Ketika hari sudah mulai meninggalkan matahari, bangunan di sekitar sungai Dotonbori mulai terang benderang. Tidak jauh dari Namba Station, saya berjalan untuk menaiki kapal yang menyusuri sungai ini. Menurut saya ini adalah pengalaman terbaik untuk mengenal kota Osaka. Perjalanan selama 20 menit ini dipandu dengan ala semangat Jepang yang tidak saya mengerti. Mungkin menceritakan sejarahnya atau tempat-tampat yang direkomendasikan. Dan tidak terlewatkan yaitu lampu neon Glico yang menjadi simbol Osaka.



Komentar

Postingan Populer

Agoda